• 085253772588
  • sentanupm@gmail.com

Category Archive Uncategorized

Mars UNU NTB, Paduan Suara “SENTANU”

Paduan Suara Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat SENTANU Sendratasik UNU NTB lirik :

Bangkitlah wahai putra putri bangsa, Perahu layarmu siapkan segera

Berlabuhlah engkau di lautan ilmu di UNU NTB yang jaya dan maju

Berlabuhlah engkau di lautan ilmu di UNU NTB yang jaya dan maju

Ayo kita kaji seluas luasnya ilmu teknologi agama dunia

Ayo kita kaji seluas luasnya ilmu teknologi agama dunia

Jadilah semua insan insan dunia aswaja di jiwa Pancasila di dada

Jadilah semua insan insan dunia aswaja di jiwa Pancasila di dada

Dengan semangat serta baginda nabi, utubul imanmadi ilaladi

Lanjutkanlah perjuangan ulama, demi agama bangsa dan negara demi agama bangsa dan negara

Jaga NKRI di bumi pertiwi, tebarkanlah islam rohmatalilalamin

Jaga NKRI di bumi pertiwi tebarkanlah islam rohmatalilalamin

Jayalah jaya UNU NTB kita di bumi nusantara Indonesia

Jayalah jaya UNU NTB kita di bumi nusantara Indonesia

HIBAH DRPM KEMDIBUDRISTEKDIKTI – PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DOSEN UNU NTB

Pengabdian Kepada Masyarakat dengan judul “Pendampingan Pengisian SJPH Melalui Digitalisasi Bagi Umkm Desa Wisata Hijau Bilebante Kabupaten Lombok Tengah” berkolaborasi dengan mitra Kelompok Usaha Putri Rinjani yang bergerak dalam Bidang Produk Olahan makanan dan minuman. Tim UNU NTB melaksanakan PKM dengan skema Program Pemberdayaan Berbasis Masyarakat DRPM Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Ditjen Diktistek). Program ini beranggotan 5 orang yang terdiri dari Dr. Duwi Purwati, S.Pd, M.Hum (Ketua), Dr. Baiq Mulianah, M.Pd.I (Anggota), Rusdan S.Kom, M.Kom (Anggota) dengan melibatkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama NTB yaitu Ardiansyah dan Edwin Agustian. Capaian yang telada didapatkan adalah UMKM memiliki legalitas produk usaha berupa NIB dan Sertifikasi halal selain itu peningkatan menejemen, keterampilan, packaging dan branding sehingga pemasaran lebih luas lagi. PKM yang dilaksanakan oleh tim UNU NTB juga memberikan dampak besar dalam digital marketing karena telah mengembangkan Website UMKM yang dapat diakses di https://umkmdesabilebante.com/.

Pertunjukan Electra

Electra yang merupakan kolaborasi internasional antara anggota kelompok teater SCOT di Jepang, yang dipimpin oleh SUZUKI Tadashi, dan aktor Indonesia, pertama kali dipentaskan bulan November 2021. SCOT sebelumnya memproduksi drama Dionysus (diproduksi bersama Japan Foundation Asia Center), yang disutradarai oleh SUZUKI dan dimainkan oleh aktor Jepang, Indonesia, dan China dari tahun 2015 hingga 2019. Berangkat dari kesuksesan Dionysus, SUZUKI memilih aktor Indonesia yang dilatih dengan Suzuki Method of Actor Training di bawah pengawasan produser Indonesia Restu I. Kusumaningrum. SUZUKI pernah menulis bahwa “Seluruh dunia adalah rumah sakit, dan semua pria dan wanita hanyalah pasien.” Drama yang berkembang dari tema ini, menceritakan kisah Electra dan keluarganya, dan pergulatan batinnya akibat dari pembunuhan ayahnya di tangan ibu dan kekasih ibunya. Cerita ini menggambarkan rantai kebencian dan kegilaan yang tidak pernah berakhir, yang diekspresikan melalui gerakan intens dari paduan suara di kursi roda dan dokter dan para perawat yang hadir dalam keheningan. Pemain perkusi terkenal Jepang TAKADA Midori memberikan iringan yang mengekspresikan dengan jelas gejolak emosional karakter dengan musiknya. Electra mempersembahkan sebuah perspektif baru tentang tragedi Yunani kuno kepada dunia.

Pertunjukan Wayang Sasak: Pertale Gumi Paer

Pertunjukan Wayang Sasak menampilkan karya sastra Serat Menak, yang berasal dari Timur Tengah dengan gubahan seniman Jawa tentang perjalanan Jayengrane dalam menumpas kebatilan. Dengan cerita yang memiliki hubungan erat dengan islam, Wayang Sasak juga sering dimainkan dalam upacara agama dan oleh dalang Hindu Lombok. Fenomena ini merupakan cerminan bahwa perbedaan agama bukan hal yang dapat dijadikan alasan terjadinya sesuatu perpecahan, tetapi hidup damai dalam keberagaman dan nilai kemanusian yang diajarkan di dalamnya. Pertunjukan Wayang Sasak: Pertale Gumi Paer oleh Lampaqk Art Community dan Prodi Sendratasik UNU NTB ini mencoba merespon situasi memprihatinkan yang terjadi di masa sekarang melalui pertunjukan wayang yang diberi sentuhan koreografi. Pertunjukan budaya ini diselenggarakan di gedung pertunjukan Galeri Indonesia Kaya yang bertempat di West Mall Grand Indonesia.

Wayang Multidimensi: Pertale Gumi atau Bumi Dalam Lipatan

Pertunjukan Wayang Multidimensi: Pertale Gumi atau Dunia Dalam Lipatan. Raden Umar maye di Dunia Kelir gelisah. Gegandek sakti miliknya bergerak tak beraturan, membuat gaduh kerajaan. Raden jayeng Rane mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk membicarakan kegaduhan yang muncul di tengah kekhawatiran akan ditinggalkannya dunia pedalangan wayang Sasak oleh rakyat zaman ini.Umar Maye memohon izin untuk menyelesaikan sendiri persoalan itu. Maka dimulailah petualangan, bertemulah dia dengan banyak Umar Maya dari dimensi yang berbeda. Sebuah pertunjukan wayang yang menggabungkan berbagai dimensi seni pertunjukan, mulai dari wayang tradisi, wayang botol, hingga wayang virtual dari Amerika, bertemu dalam satu panggung, satu layar lebar berukuran 10×5 meter. Pertunjukan karya sutradara Pikong Fitri Rachmawati, ini mencoba mencari bentuk baru dari pertunjukan wayang Sasak agar akrab kalangan muda, di era kekinian, era digital. Pertunjukan ini hasil kolaborasi Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, Prodi Sendratasik UNU NTB dan Waftlab- Surabaya, digelar di ajang Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2023 – di taman Budaya Mataram, 5 Septermber 2023. Selamat menyaksikan, Kritik dan masukannya sangatlah diharapkan..

The Song of Guru Ali (Nyanyian Guru Ali) Sebuah Dokumenter

Kolaborasi Sutradara: Alya Maolani & Muhammad Rusli ‘Oka’
Kamera: Bq. Hijratul Hasanah | Muhammad Rusli ‘Oka’ | Alya Maolani
Penerjemah: Bq. Hijratul Hasanah
Editor: Muhammad Rusli ‘Oka’
Final Editor: Muhammad Sibawaihi
Produser: Muhammad Sibawaihi
Produksi: Yayasan Pasirputih
——————————
SINOPSIS
Nyanyian Guru Ali mengisahkan perjalanan seorang guru bernama Pak Ali, sosok jenaka yang mencintai musik. 16 Tahun Pak Ali mengabdi sebagi Guru Tidak Tetap (GTT) di Sekolah Dasar Negeri 5 Pemenang Timur, Tebango Bolot. Di masa-masa awal pengabdiannya, selama hampir 5 tahun ia berjalan kaki sejauh kurang-lebih 5 kilometer. Meski demikian, sedikit pun ia tidak pernah mengeluh karena kecintaannya terhadap dunia pendidikan.
Pak Ali menikah dengan Ibu Muliana- sosok pendiam dan pekerja keras, dan mendapatkan seorang anak bernama M. Nazhirul Asrofi. Bu Ana setiap hari membuat pes ikan, dijual berkelilig kampung untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Secara umum menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari Pak Ali dan keluarga dan menjalani kehidupan.

DRAMA MUSIKAL SUMUR DUYUNG

NASKAH LAKON SUMUR DUYUNG

Karya : Hawa Metha

 Adaptasi dari buku/cerita “ SUMUR DUYUNG”

 

BABAK I

PROLOG

 

Disebuah tempat terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk desa. Terdapat sepasang suami isteri hidup di sebuah gubuk sederhana dan reot dekat dengan sebuah sungai yang jernih yang terbentang sampai ke muara laut. Sang suami yang bekerja sebagai petani dan sang istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Kehidupan mereka sangat memprihatinkan dan serba kekurangan.

Pada suatu hari, ketika sang ayah akan pergi mencari kebutuhan hidup sehari-hari di sepanjang hutan atau di tepian sungai, ia berpesan pada isterinya agar mensisihkan kerak nasi yang di rendam untuk ia konsumsi. Akan tetapi pesan suaminya tidak di indahkan oleh istrinya, karena tanpa sepengetahuan isteri diam-diam anak-anaknya memakan rendam tersebut. Ketidak tahuan sang isteri, ia sanggup  mengorbankan dirinya untuk dihukum oleh sang suami nanti saat dia pulang. Ketika itulah cek-cok antara suami dan isteri  serta penganiayaan dimulai. Suami dan isteri memutuskan untuk pergi dari rumah. Selama kepergian mereka, sang isteri mengobati lukanya ke sebuah muara. Dari sinilah sang isteri menjelma menjadi seekor duyung.

 

TOKOH

  1. AMAQ (SADIS, KEJAM, TEGAS, DINGIN)
  2. IBU (BAIK HATI, PERASA, PENYAYANG)
  3. ANAK PEREMPUAN 12TH (SUKA BERMAIN, PENYAYANG, BERBAKTI, SUKA NANGIS)
  4. ANAK LAKI” (8TH) (ceroboh, agak nakal)
  5. ANAK PEREMPUAN (Bayi)
  6. WARGA-WARGA

 

Ex. Pagi hari di halaman rumah. Anak-anaknya sedang senang beramen. suami akan bersiap-siap pergi bekerja dan isteri sedang mempersiapkan bekal untuk suami dan sarapan untuk anak-anaknya.

suami pun menanyakan bekal yang akan dibawa pergi ke hutan.

AMAQ

“Sawangku. ubi rebusnya sudah matang?

INAQ

Ya pak. ubi rebusnya baru matang. Sedang saya siapkan.”

 

AMAQ

cepat bawa kemari. saya harus berangkat pagi-pagi agar bisa mengumpulkan banyak kayu bakar dan umbi-umbian untuk kita jual ke desa”.

 

INAQ PUN MEMBAWAKAN BEKAL UNTUK AMAQ KE BERUGAK KECILNYA.

 

INAQ

“ Ini pak. makan dulu,  sebelum berangkat.”.

 

AMAQ

“ nanti saja. babeak mana?.

INAQ

“ Tadi, mereka main-main dibawah pohon sana pak”.

 

AMAQ

“iya sudah. Saya berangkat dulu.”

 

AMAQ

Oh ya. ingat. sisakan keroko itu untuk saya. Jangan kamu habiskan”.

 

INAQ

“iya pak. Saya ingat pesannya.”

 

AMAQ

Ya sudah.

 

INAQ

Ya pak. Hati-hati di jalan.”

Pada saat Amaq akan melewati pagar halaman rumahnya sambil memikul perlatan dan bekalnya, ia kembali mengingatkan Inaq terhadap pesannya dengan ekspresi dingin.

AMAQ

“Sawangku. Ingat.. Sisakan keroko itu untuk saya makan nanti.”

INAQ

“Iya pak.”

AMAQ

“ kamukan tahu hari-hari ini saya hanya memakan ubi bakar saja. Jadi, hari ini saya sangat ingin memakan nasi walaupun hanya kerokonya saja.”

INAQ

“Iya pak.”

AMAQ

“”Ya sudah.”

“ ingat tinggalkan keroko itu untuk saya”

INAQ

“ Iya pak.”

Hari itu langit tampak bersih, tidak ada gumpalan awan yang menghalangi sinar matahari, sehingga panasnya terasa amat terik. Laki laki yang tidak lain adalah Amaq dari ketiga anak itu akan berangkat ke ditepi sungai dan hutan untuk menacari kayu dan ubi-umbian. Saat ia akan berangkat, ia pun mengeluhkan terik panas matahari..

AMAQ

“Huh. cerah sekali hari ini. Sepertinya matahari akan terik dan akan menusuk-nusuk tubuh ini.”

“Yaaah…. Semoga hari ini saya mendapatkan banyak kayu dan umbi-umbian di hutan.

ADEGAN II

di rumah gubuk yang reot itu, Inaq  baru selesai memasak sisa beras yang hanya beberapa genggam itu. Lalu inaq memanggil kedua anaknya dari dapur  untuk makan. Sanggaita dan Uli bergegas ke berugak.

INAQ

“ Sanggaita, makan dulu. ayo ajak adikmu juga  nak.”

SANGGAITA

“ Iya Inaq.”

“ dek, ayo kita makan dulu. Setelah itu baru main lagi.”

MEREKA PUN PUN MENGHAMPIRI DAN DUDUK DI  BERUGAK MENUNGGU INAQNYA MEMBAWAKAN MAKANAN.

INAQ

“ Kalian makan dulu agar kalian cepat besar dan kuat.”

“Nah ini makan dulu. Setelah itu kalian main lagi”

ANAK-ANAK

“ IYA INAQ”

SANGGAITA

“ Inaq, apakah Inaq sudah makan?”

INAQ

“Iya, tadi inaq sudah makan, sekarang habiskan makanan kalian”

“ Oya. Sanggaita, jangan kalian makan keroko itu ya. itu untuk Amaq kalian, tolong ingat pesan Inaq ya!,”.

ANAK-ANAK

‘Iya Inaq. Kami ingat pesannya.”

TANPA SEPENGETAHUAN INAQ DAN SANGGAITA. ULI MASIH MERASA LAPAR.  DIAM-DIAM DIA MERANSEK KE DAPUR LALU MENGHABISKAN KEROKO YANG DISISAKAN UNTUK AMAQNYA.

DARI DALAM DALAM RUMAH, INAQ MEMINTA SANGGAITA UNTUK MERAPIKAN BEKAS MAKANAN MEREKA.

INAQ

Sanggaita. kalau makanan kalian sudah habis. Langsung dirapikan ya. setelah itu, jaga adik kalian. Dia sedang tidur di dalam.”

SANGGAITA

“Ya Inaq”.

10 MENIT INAQ MENINGGAL RUMAH MENUJU SUNGAI, APEM MENANGIS DI DALAM RUMAH. SANGGAITA PANIK DAN BERGEGAS MENENANGKAN ADIKNYA.

SANGGAITA

“Cup-cup adikku. Jangan menangis terus”

Uli. Panggil inaq di sungai. Sure Cepat pulang.”

ULI

Ya kak”.

 

ADEGAN III

INAQ BERMUNAJAT KEPADA TUHAN TERHADAP HIDUP YANG MEREKA JALANI DENGAN PENUH KEKURANGAN DENGAN MENEMBANG/MENGKIDUNG DI PINGGGIR SUNGAI SAMBIL MENCUCI PAKAIAN KELUARGANYA.

INAQ

“Oh tuhan, sungguh saya tidak mampu lagi menjalani ujianmu ini. Hamba kasihan melihat anak-anak hamba yang diseumuran mereka yang masih kuat-kuatnya makan tapi harus merasakan kekurangan seperti ini dengan jatah nasi yang sangatlah sedikit dan  tentunya tidak membuat mereka kenyang.

ADEGAN IV

SETELAH INAQ SELESAI BERMUNAJAT KE SUNGAI. INAQ PUN KEMBALI KE RUMAH MENJEMUR PAKAIAN LANGSUNG KE DAPUR MEMERIKSA KEROKO YANG ADA DI DALAM PANCINYA. TERNYATA KEROKO TERSEBUT SUDAH HABIS. RASA GELISAH, CEMAS, MARAH, KESAL BERCAMPUR ADUK DALAM DIRINYA. INAQ PUN MEMANGGIL KEDUA ANAKNYA YANG ADA DI DALAM RUMAH DENGAN NADA CUKUP  KERAS .

INAQ

“Sanggaita. Uli. Cepat Kemari!”

SANGGAITA DAN ULI PUN BERGEGAS KELUAR MENEMUI INAQNYA

INAQ

“ Hei, siapa diantara kalian yang memakan keroko di panci  itu?, Inaq  sudah berpesan kepada kalian, kenapa kalian memakannya? Kenapa?.”

SANGGAITA

“ Tidak Inak, saya tidak memakan keroko inaq” (Takut dan terbatah-batah)

INAQ

“ Kalau tidak, lalu siapa yang memakannya!.”

ULI

“Maafkan saya inaq, saya yang memakan keroko itu” (Menangis)

INAQ

“apa!, kamu yang memakannya? Inaq kan sudah bilang, jangan makan keroko itu. Itu jatah untuk Amaq kalian. Kenapa kamu memakannya?”

ULI

“ Aku lapar Inaq, aku lapar”

INAQ

“Inaq tau kamu lapar, tapi itu jatah untuk Amaqmu. Lihatlah beras sudah habis,  apa yang dimakan sama Amaqmu nanti setelah pulang dari hutan?. Apalagi Amaqmu hari-hari ini dia tidak pernah makan nasi”.

ULI

“Maafkan saya inaq,”

APEM MENANGIS DI DALAM RUMAH. INAQ PUN MENGAMBIL APEM DAN MENGGENDONGNYA KELUAR. SETELAH ITU INAQ MEMINTA ANAK-ANAKNYA UNTUK TIDAK MENANGIS LAGI DAN MENYURUHNYA UNTUK PERGI BERMAIN.

INAQ

“Sudahlah, jangan menangis lagi. Biarlah. Nanti inaq  yang memberitahu bapakmu, sekarang pergilah bermain”.

 

BABAK II

ADEGAN I

Siang itu panas terasa semakin terik, amaq itu melangkahkan kakinya semakin cepat sambil memikul beban yang berat ditambah lagi perutnya yang kosong sebentar-sebentar berbunyi seakan minta diisi. Selain itu perasaan Amaq sedang terganggu seakan ada sesuatu terjadi di rumahnya. Ditengah perjalanan ia berpapasan dengan temannya .

WARGA I

“waaah… bagus sekali kicauan burung itu? Semoga kita mendapatkannya”

WARGA II

ya enten. Semoga saja.”

WARGA I

“Nanti kalau kita dapat. Kita jual kedesa”

SAAT MEREKA SEDANG ASIK MIKAT BURUNG. DARI KEJAUHAN MEREKA MELIHAT AMAQ PULANG DARI HUTAN MEMIKUL KAYU BAKAR DENGAN PENUH BEBAN.

WARGA I

“Hei enten. lihatlah dia. ”

AMAQ PUN AKAN MELEWATI MEREKA.

WARGA II

Hei Enten, buru-buru sekali. Mari istirahatlah”

AMAQ PUN BERHENTI DAN MENURUNKAN KAYU YANG DIPIKULNYA DARI HUTAN. WARGA TERSEBUT MELIHAT BAWAAN AMAQ YANG TIDAK SEPERTI BIASANYA.

WARGA II

“Sedikit  sekali kayu bakar yang epe dapatkan hari ini?”.

AMAQ

Ya. Hari ini  matahari sangat terik. Tidak sanggup lagi  saya mencarinya. Apalagi perut ini terus berbunyi, minta diisi.

Yaaa…  Hitung-hitung buat persedian di rumah saja.”

WARGA II

“Benar juga. Tapi, tidak biasanya epe pulang siang bolong begini?”

AMAQ

“ Iya ini enten, selain panas dan lapar, kenapa perasaan saya juga hari ini  tidak enak. Saya merasa ada sesuatu yang terjadi di rumah”.

WARGA II

Oh, begitu. Oya enten. Kalau saya nih, nyaranin epe merantau saja ke kota, Hitung-hitung untuk merubah nasip epe. ketimbang diam disini, tidak ada hasilnya. Mending merantau saja. Tapi ini sekedar saran saja enten.”

AMAQ

Iya, saya pikir-pikir juga begitu. Tapi saya masih memikirkan anak yang paling kecil itu.”

WARGA I

ya itukan bisa diatur. kan ada inaq dan anak-anakmu yang menjaganya. Tapi…, ini  sekedar saran saja. Llihat teman saya ini, terlihat gagah dan kaya. Epe tidak mau seperti dia?”

AMAQPUN MELIHAT TEMANNYA TERSEBUT DAN MEMBUANG TATAPAN SEAKAN TIDAK TERIMA IA DIBANDING-BANDINGKAN. LALU AMAQ MEMUTUSKAN UNTUK PULANG.

AMAQ

ya.  nanti saya pikir-pikir. Saya pulang duluan”

WARGA

“Iya enten, hati-hati”

 

                  

ADEGAN II

Diperjalanan Amaq masih memikirkan saran dari temannya. Selain itu juga perasaan yang tidak enak ditambah lagi perutnya terus-terusan berbunyi membuat amaq semakin terbeban. Singkat cerita, Amaq pun tiba digubuk reotnya, ia meletakkan kayu bakarnya sambil mengusap keringat di berugak kecilnya. Mendengar suaminya sudah pulang, inaq itupun keluar membawa segelas air untuk suaminya.

Ketika Amaq sedang duduk di berugaknya. Ia mengajak Inaq untuk ngobrol prihal saran temannya yang dia temui di perjalanan saat pulang. Mereka pun mengobrol. Amaq dari berugak dan inaq sambil menjemur pakaian.

INAQ

“Ini pak, minum dulu airnya”

AMAQ

“ ya”.

AMAQ PUN MENGHIRUP AIR MINUMNYA 3 KALI BARU MEMULAI PEMBICARAAN ANTAR MEREKA.

AMAQ

“ Tadi di perjalanan, saya bertemu dengan teman kecilku dulu. Lalu dia menyarankan  saya pergi merantau ke kota, ya… hitung-hitung buat ngerubah nasib. katanya.

INAQ

“Terus bagaimana tanggapan epe?, apa epe benar-benar punya keinginan juga mau merantau ke kota?

AMAQ

“Untuk itu sih belum terpikirkan, kalau saya merantau,  bagaimana kalian disini

INAQ

“Pak, kalau epe mau, pergi saja. Saya sama anak-anak akan baik-baik saja disini. Tapi…

AMAQ

Tapi Apa?’

INAQ

“Kalau boleh, saya mau kita sama-sama disini pak. Makan tidak makan intinya kita bersama pak”

AMAQ

“ Ya sudah. jangan dipikirkan lagi. saya juga belum punya kemauan untuk merantau apalagi  Apem masih bayi”

 

ADEGAN III

Setelah berbincang tentang usulan salah satu temannya itu  Amaq pun langsung menanyakkan Keroko yang iya pesan pada Inaq. Inaq itupun mulai ketakutan

AMAQ

“aduh… saya sangat lapar. Mana keroko itu. Saya sudah tidak tahan lagi, saya lapar , saya lapar, saya lapar”.

Inaq terdiam membisu dan menunduk ketakutan

AMAQ

“Woi, kenapa kamu diam? cepat keluarkan keroko itu!”

INAQ

“Sawangku,  Keroko itu, keroko itu sudah habis”

AMAQ

“Apa! sudah habis! Siapa yang menghabiskannya?. Bukankah sudah saya katakan, tinggalkan untuk saya keroko itu! dan itu berulang-ulang kali saya ingatkan.”

INAQ

“Maafkan saya, maafkan saya pak. Aku terlanjur memakannya. Saya juga sangat lapar”.

AMAQ

“Maaf… Maaf. Perempuan macam apa kamu. Sekedar keroko itu saja kamu tidak bisa menjaganya. Kamu pikir cuman kamu yang lapar. Saya  juga lapar. Dari pagi saya mencari kayu bakar dihutan, di bawah terik matahari yang begitu panas saya tidak  pedulikan. Apa lagi keringat yang membasahi tubuh ini tidak saya pikirkan. Dimana perasaanmu sebagai istri!”

INAQ

“ Maafkan saya pak, maafkan saya pak.”

AMAQ

“cukup! Saya tidak mau mendengar kata maafmu lagi! Dasar  Istri  tidak bertanggung jawab. Tidak punya perasaan”..

INAQ MENANGIS MEMOHON AMPUN DIBAWAH KAKI SUAMINYA.  SANGGAITA DAN ULI TERKEJUT DAN MENGINTIP APA YANG TERJADI DILUAR RUMAH. SETELAH MELIHAT KERIBUTAN TERSEBUT, MEREKA  IKUT MENANGIS DI BALIK PINTU RUMAHNYA. APEM JUGA MENANGIS DI DALAM RUMAH. TANPA PIKIR PANJANG, TANGAN SANG SUAMI MERABA PARANG YANG ADA DISAMPINGNYA. KARENA SUDAH TERBAWA EMOSI DIAPUN TIDAK MEMIKIRKAN APAPUN LAGI DAN LANGSUNG MENEBAS ISTERINYA.

AMAQ PUN MENGOBRAK-ABRIK ISI DAPUR DAN MENGAMBIL PARANG KESAYANGANNYA.

INAQ

“ampun sawangku… ampun…ampunn…

AMAQ

Awas! Jangan halangi langkahku”.

INAQ

“Sawangku kamu mau apa?”

AMAQ

“Dasar perempuan tidak berguna. Enyalah”

INAQ

AAAAHHHHKKKKKK. sawangku”

ADEGAN IV

SETELAH MELAKUKAN PENEBASAN TERSEBUT, AMAQ PUN GEMETARAN SAMBIL MELIHAT PARANG YANG DIPEGANG. LALU AMAQPUN MEMBUANG PARANG TERSEBUT DAN KABUR DARI RUMAH. SEDANGKAN ISTERINYA MASIH TERKAPAR MENAHAN RASA SAKIT. SANGGAITA DAN ULI PUN DATANG MENGHAMPIRI IBUNYA.

 

SANGGAITA

‘ Inaq…inaq… inaq,,,” menangis.

ULI

“ Inaq…  inaq kak,,, inaq bangun. Inaq ini salah Uli. Uli sudah makan keroko itu. Maafkan saya Inaq. Bangun Inaq!”

ANAK-ANAK

“ INAQ…INAQ BANGUN INAQ” panggil keduanya

SANGGAITA

“ Sudahlah dek, semua itu sudah terjadi dan semua ini juga karena inaq membelamu”

INAQPUN SADAR DAN MEMINTA SANGGAITA MENGGENDONG APEM YANG MENANGIS DI DALAM RUMAH

INAQ

Sanggaita. ambil dan gendong adikmu di dalam ruamh.”

SANGGAITA PUN BERGEGAS MENGAMBIL DAN MENGGENDONG APEM.

INAQ

“ Anak-anakku, luka di dada Inaq ini sangat sakit dan panas, tinggallah di kalian di rumah, ibu akan pergi ke muara sungai untuk merendam luka ini, Inaq tidak tahan karena luka ini sangat sakit dan panas”.

SANGGAITA dan ULI

“ Inaq,,,, jangan tinggalkan kami Inaq, kami ikut Inaq, kami ikut”

SANGGAITA

Apalagi Apem mash nangis inaq”.

INAQ

“ Baiklah kalau kalian ingin ikut juga, tetapi nani sore kalian harus pulang”.

“Aduh”. “ Sanggaita, gendonglah adikmu, nanti saya susui di muara”

ADEGAN V

  1. Pantai; Setelah matahari tergelincir ke arah barat dan dengan warnanya yang memerah, menandakan hari itu sudah sore. Inaq pun meminta mereka untuk pulang

INAQ

“ Anak-anakku, hari sudah sore, sebentar lagi matahari akan tenggelam, kalian harus segera pulang,  adikmu sudah inaq susui dan sudah terlelap.”

“ Nah, sekarang  pulanglah kalian! Adikmu sudah tertidur. Sanggaita  jagalah adik-adikmu baik-baik nak. Apabila adikmu menangis karena kehausan, antarkan lagi  adikmu kemari”.

SANGGAITA dan ULI

“ Ya.”

“ Kami pulang dulu inaq, jaga diri baik-baik, Inaq”.

Jawab mereka serentak sambil menggendong adiknya.

INAQ

Ya nak, Inaq sayang kalian”.

“ maaf, maafkanlah inaq nak”.

 

ADEGAN VI

EX; Rumah; Keesokan harinya, langit tampak terang, matahari sudah berada di pusar langit. Sanggaita menyiapkan sarapan untuk makanan adik-adiknya.

SANGGAITA

“Dek…dek, sarapan dulu, ubi bakarnya sudah matang’.

ULI

“ Ya kak”.

SANGGAITA

“ setelah makan,  temani kakak ke muara untuk bertemu ibu, Apem sepertinya sudah kehausan, dari tadi menangis terus. Cup cup sayang.

ULI

“Iya kak.”

ULI PUN SELESAI MEMAKAN MAKANANNYA. MEREKA PUN BERGEGAS KE MUARA.

ULI

“Kak, makanan saya sudan habis.”

SANGGAITA

“ Ya sudah, Ayo dek kita berangkat”.

ADEGAN VII

EX; PANTAI; SANGGAITA pun menggendong adiknya yang paling kecil. Mereka berjalan menyusuri tepi sungai menuju ke muara.sepanjang jalan adiknya terus saja menangis hampir membuat  sang kakak putus asa karena tak kunjung berhenti. Anak perempuan itupun melantunkan kidungnya.

 

SANGGAITA

“Oh Inaq… duh inaq…e… adiku menangis mele manyusu”

“ duh inaq…e…adiku menangis mau menyusu…”. Adik kecil itu masih saja menangis. Anak perempuan itupun melantunkan kidungnya lagi

“Oh inaq…duh inaq…e… adiku menangis mele menyusu”

“Duh inaq…e…adiku menangis mele menyusu” begitulah terus ia berkidung berulang-ulang kali diselah tangisnyanya dan adiknya.

INAQ

“Sanggaita, bawalah kemari adikmu, inaq akan menyusuinya nak.”

15 MENIT INAQ MENYUSUI BAYINYA. INAQ PUN MEMINTA MEREKA UNTUK PULANG LAGI KERUMAHNYA.

INAQ

“ Ini nak, adikmu sudah terlelap, pulanglah kalian!. Hari sudah mulai malam”.

SANGGAITA

“Iya Inaq, kami pulang dulu”.

ADEGAN VIII

EX: Pantai; Sampailah diihari kesepuluh, inaq itu sudah bersisik menyerupai setengah manusia setengah ikan. Sambil inaq meredam lukanya di muara sungai, anak-anaknya datang lagi ke muara itu membawa adiknya karena kehausan.

INAQ

“ Anak-anakku, sekarang dengar inaq. Sesungguhnya inaq tidak ingin berpisah dari kalian, inaq ingin selamanya bersama-sama untuk mengasuh kalian dan membesarkan kalian, tetapi inaq tidak berdaya”.

Air mata inaq  itu pun mengalir membasahi pipinya.

SANGGAITA

“Mengapa inaq berkata seperti itu”

ULI

“Iya Inaq, kenapa inaq berkata seperti itu?, apakah inaq tidak menyayangi kami lagi?”.

INAQ

“Anakkku, mungkin sampai hari ini inaq akan bisa bersama-sama dengan kalian, inaq tidak bermaksud berkata seperti itu nak…hiks hiks…inaq sayang kepada kalian, kalian anak-anak inaq yang pintar dan kuat. Lihatlah sekujur tubuh inaq sudah ditumbuhi sisik nak, menjelma menjadi ikan duyung, jadi inaq tidak di muara sungai ini lagi. Tetapi jauh ditengah lautan anakku.”

SANGGAITA

“Inaq…inaq,,,jangan tinggalkan kami inaq, siapa yang akan menyusui adikku nanti inaq., kasihan dia masih kecil inaq. Apalagi amaq tidak pernah pulang…hiks,,,hikss”

INAQ

“ Sesungguhnya inaq tidak tega meninggalkan kalian nak, tetapi inaq terpaksa, terpaksa sekali anakku,,,hiks,,hiks. Nanti apabila adikmu menangis ingin menyusu, gendonglah dia, nyanyikan, dan berilah air minum kepadanya nak.”

Matahari condong ke barat dan terus tergelincir sampai beberapa depa diatas permukaan laut.

INAQ

“Anak-anakku, hapuslah air mata kalian dan berhentilah menangis. Pulanglah sekarang, lagi pula adikmu sudah tidur. Sangaita jagalah Uli dan Apem baik-baik nak,,,hiks,,,hiks…inaq sayang kalian, inaq sangat sayang  kalian. Maafkanlah inaq anak-anakku,,,hiks,,,hiks”

ULI

“inaq, maafkanlah aku. Jika ini bukan karena kesalahan aku, semua ini tidak akan terjadi, maafkan aku inaq, aku menyesalinya buk,,,hiks,,,hiks”.

INAQ

“ Iya nak, jangan kalian pikirkan lagi. hati-hatilah, jaga diri kalian baik-baik. Kamu Sanggaita jagalah adik-adikmu dengan baik nak,,,hiksss”

SANGGITA

“Inaq,,,hiks,,, kami juga menyayangi inaq. baiklah inaq kami akan pulang”

                                     BABAK III

ADEGAN I

EX; Hutan; Beberapa hari ia tak pulang ke gubuk reotnya, karena marah dan dendam dalam hatinya. Hari itu, lama ia merenung sambil duduk besandar pada sebatang pohon rindang. Perlahan-lahan amarahnya mulai meredah, dan kesadarannya mulai kembali.

AMAQ

“ Aaaaah” (keluhnya panjang.)

“Mengapa saya biarkan setan menguasai hati ini. mengapa saya menganiaya isteri dan meninggalkan anak-anakku”.

“Bagaimana keadaan anak-anakku sekarang, siapakah yang menemani mereka, siapakah yang memberi makan mereka, saya menyesal, saya menyesal”.

“Aaah, saya harus pulang sekarang, harus. ya harus pulang”.

Kemudian ia beranjak bangkit lalu berjalan pulang ke gubuknya.

ADEGAN II

Di kejauhan, sudah terdengar tangis bayi yang tidak henti-hentinya. Sanggaita berusaha menenagkan adiknya, tetapi tidak kunjung berhasil. Adiknya sangat kehausan ingin susu.

SANGGAITA

“ Diamlah dik, diamlah. ayo minumlah air ini”.

SANGGAITA PUN PUTUS ASA. IA PUN MEMUTUSKAN UNTUK MENCARI INAQ KE PANTAI.

SANGGAITA

“ baik, baiklah kalau demikian, sekarang kita mencari inaq ke tepi laut. sekarang diamlah”.

“ Uli. ayo kita cari inaq ke tepi laut”

ULI

“ Baiklah kak, saya juga sudah sangat merindukan inaq”

EX; Pantai: Akhirnya mereka bertiga berjalan menyusuri sungai menuju laut. Sepanjang jalan, anak perempuan itu menggendong adik kecilnya sambil membimbing adik lelakinya melantunkan kidungnya di tepi laut. kidungnya yang sangat mengharukan dan menyedihkan bagi siapapun yang mendengarnya.

SANGGAITA

“ Oh inaq…duh inaq…e…”

“ Adikku menangis mau menyusu”

“ Duh inaq…e…adiku menangis mau menyusu…hiks hiks,,,’

“ Oh inaq…duh inaq…e…”

“ Adikku menangis mele menyusu inaq”

‘ Duh inaq…e… Adiku menangis mele menyusu inaq”

Tidak lama kemudian, kira-kira sepuluh depa dari pantai tampaklah seekor ikan duyung yang besar

ULI

“ Kak, lihat itu, itu pasti inaq kak?”

SANGGAITA

“ Inaq, Inaq adik menangis, mau yusu Inaq,,,hiks hiks”

“ Inaq, inaq dengar kami tidak? Ayo jawablah Inaq, kenapa inaq cuman diam?,,,hiks,,,hiks”

Sang ibuk pun tak bisa berbuat apa-apa akan tetapi dari kedua kelopak matanya keluar air mata yang mengalir deras. Dan ikan duyung itu tiada lain adalah ibu mereka tidak mampu berbicara lagi sebagaimana manusia…..

ADEGAN III

ex rumah ; Selang satu jam mereka di muara. Akhirnya mereka pulang dan amaqnya sudah menunggu di gubuk dan langsung memeluk anaknya. Sanggaita pun memberitahukan bahwa inaqnya sudah menjelma menjadi duyung.

AMAQ

“Kalian kemana saja, bagaimana keadaan kalian?”

SANGGAITA

“kami baik-baik saja amaq.”

Amaq pun menanyakan keberadaan inaq meraka

AMAQ

“inaq kalian dimana. kenapa rumah ini sepi sekali?’

SANGGAITA

Amaq… setelah kejadian itu, Inaq sudah menjelma sebagai duyung dan tidak akan pernah bisa berkumpul lagi dengan kita.”

AMAQ

“apa, Duyung?”

SANGGAITA

“Ya Amaq”. Inaq menjadi duyung semenjak inaq mengobati lukannya di muara. Kenapa Amaq tega menebas inaq seperti itu!’

AMAQ

“maafkan amaq anakku. Amaq Khilaf nak. Amaq Khilaf.”

ULI

ini semua salah saya amaq. maafkan saya amaq. Semua ini ulah saya. saya telah memakan keroko itu”.

AMAQ

“ya nak, lupakan saja semuanya. Setan sudah menguasai tubuh dan pikiran amaq. Maafkan Amaq ya…”

SANGGAITA DAN ULI

“Iya Amaq”.

MEREKA PUN BERPELUKAN DAN AMAQ BERPESAN PADA ANAK-ANAKNYA

AMAQ

“Nak, biarkan inaqmu menjalar dengan malam-malam. Berikan senyummu sambil bermunajat agar ibumu terus bersenandung dengan angin-angin malam. Masa depan kalian masih panjang. Jangan ikuti jejak amaqmu ini.”

 

SANGGAITA PUN BANGKIT DARI KESEDIHANNYA LALU MENYAYIKAN SENANDUNGNYA KE TENGAH PANGGUNG.

 

TAMAT

 

‘MENONTON PANGGUNG” LailatulArt#2 oleh Galih Suryadmaja

Display kipas besar berdiri di antara ragam instalasi bambu menyerukan kental natural warna alam. Terpajang di ujung kiri, gadis dengan khas dandanan ‘Sasaknya’ tengah menjulurkan tangan merangkai rajut benang penuh warna. Merangkai tenun di antara bunyi gamelan indah tertuang. Tampak di sudut kanan seorang pemuda tengah membuat goresan-goresan warna pada kaca. Sebuah panggung sederhana tengah terpampang rupa muda merangkai makna dan merefleksikan sebuah peringatan, Sumpah Pemuda. Itu menjadi awal gelaran malam ruang presentasi karya di antara hiruk-pikuk kota Mataram.

Terbentang sebuah karya di halaman depan Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat, LailatulArt kali kedua. Panggung ekspresi yang coba dikonstruksi mahasiswa Prodi Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) UNU NTB untuk mengulang kesuksesan tahun sebelumnya. Hadir ratusan pengunjung untuk mengapresiasi, menghayati, atau bahkan hanya sekedar menikmati. Karya-karya kreatif pemuda Sasak dalam rupa warna, gerak, dan bunyi. Berbagai karya seni seperti Musik, Tari, Teater, dan rupa (lukis) ditampilkan di atas panggung. Pada Sabtu (29/10) gelaran LailatulArt#2 hadir mewarnai Mataram dengan menampilkaan beberapa kelompok seni yang ada di Lombok.

Selain menjadi ruang bagi civitas akademik UNU NTB, LailatulArt#2 turut menjadi ruang berekspresi bagi masyarakat luas. Pasalnya panggung itu menghadirkan seniman ataupun komunitas seni yang ada di sekitar kota Mataram. Zaeni Mohammad salah satunya yang sudah terlibat dalam ajang LailatulArt#1 kembali menuang antusiasnya untuk kembali terlibat. Pun demikian halnya dengan musisi yang juga merupakan aktifis lingkungan hidup Wing ‘Senthot’ Irawan. Kelompok seni Gamelan Sasak SDN 1 Stanggor Lombok Tengah turut pula meramaikan malam bersama dengan komunitas musik Kebangru’an asal Lombok Timur.

Sajian tari kreasi yang menceritakan tentang eksistensi Dewi Anjani dalam konteks kehidupan sosial masyarakat Lombok hadir dibawakan oleh komunitas seni asal Lingsar, Lombok Barat. Hadir di dalamnya pula mahasiswa seni rupa asal Universitas Nusa Tenggara Barat (UNTB) menghias bentang panggung malam. Warna tradisi kembali dirajut oleh mahasiswa UNU NTB melalui tari tradisi Gandrung. Malam yang diharap kembali mampu menyuarakan asa pemuda untuk sedikit berkontribusi pada ruang merdeka itu tampak kian semarak dengan rampak komunitas Sampah Hingar. Kelompok musik yang mengusung konsep ‘receycle’ itu mencoba mendaur ulang sampah dalam mengkonstruk bunyi. Berbagai peralatan dari sampah dipadukan dengan tiga instrumen Jimbe untuk mempresentasikan ide.

SUDUT PANGGUNG REMANG

Susunan balok terpajang di sudut halaman dengan sorot lampu seadanya. Mewah? Stigma itu jauh untuk dapat melukiskan panggung malam. Tidak “seindah-megah” panggung dangdut terpampang dalam setiap hajatan kota di taman Sangkareang. Atau bahkan panggung hiburan gelaran Taman Budaya di ajang bulan budaya. Panggung kreasi ala mahasiswa dengan remang cahaya, pun ‘sound system’ seadanya.

Pajang panggung sederhana bukan berarti tak menghadirkan makna. Bagaimana tidak, karena nyatanya panggung itu mampu menjadi simbol interaksi dan komunikasi atas ruang akademis dan sosial. Panggung remang itu tidak semata menjadi ruang pertemuan, melainkan juga menjadi tempat untuk menjelaskan keberadaan akademisi dan masyarakat “seharusnya” dalam membangun sebuah jalinan. Saling berbagi ruang, pengetahuan, dan pengalaman meski hanya melalui estetika atas presentasi ekspresi. Di mana hal itu dewasa ini cukup jarang dijumpai dalam fenomena kehidupan masyarakat, yang seringkali menghadirkan keduanya pada sekat “ekslusifitas” pelaku masyarakat akademis.

Selain itu, panggung LailatulArt#2 pun menjadi simbol kemandirian pemuda. Mahasiswa Prodi Sendratasik UNU NTB dalam mengkonstruk panggung itu pada kenyataannya tidak mendapat support penuh dari stake holder yang ada. Penggalangan dana untuk mewujudkan panggung itu nyatanya tidak sesuai dengan ekspektasi. Support berupa finansial hanya diberikan oleh PWNU NTB dan GP ANSHOR kota Mataram. Lembar proposal yang bergulir pada ruang pemerintahan dan swasta hanya bungkam tanpa suara. Dalam perjalanannya, berbagai kebutuhan dalam pementasan harus dipenuhi secara mandiri oleh penyelenggara. Setiap pelaku atau penyelenggara dengan sadar dan sepakat mengeluarkan dana pribadi untuk mencukupi kebutuhan.

Hal itu bukan sebuah kengerian yang kemudian dirasa atas implikasi dalam menuang ide dan kreasi. Malah justru hal itu menjadi satu proses dalam membangun kolektivitas dan kemandirian. Di mana penyelenggara yang seluruhnya adalah mahasiswa mampu menghadirkan makna dirinya dalam konteks kehidupan sosial. Melalui hal itu, sikap tanggung jawab pun ditunjukan dalam menyadari sebuah konsekuensi dalam mewujudkan sebuah ide dan tujuan. Meski disadari pula bahwa realitas itu merupakan wujud tidak terjalinnya komunikasi yang baik antara pemuda dengan stake holder di sekitar mereka. Bukan berarti sepenuhnya dalam wacana ini mempersoalkan pola komunikasi yang diterapkan penyelenggara semata, karena mungkin juga persoalan itu sangat bergantung pada sensitifitas stake holder dalam merespon fenomena yang ada. Tentu saja dalam kaitan mewujudkan tujuan positif.

Penyelenggaraan panggung “seni” di sekitar Jl. Pendidikan kota Mataram, terhitung cukup dekat dengan pusat aktifitas seni budaya. Sebut saja Taman Budaya Nusa Tenggara Barat, yang berlokasi tidak lebih dari 5 KM dari lokasi acara. Tentu menjadi sebuah ironi ketika menangkap sensitifitas dari lembaga itu terhadap fenomena LailatulArt. Terlebih dalam konteks ini, taman budaya menjadi sebuah ruang atau lumbung budaya yang seharusnya menjadi salah satu wadah bagi masyarakat untuk dapat bereksplorasi dalam me-reka entitas budaya. Tentu pelibatan sosok seniman yang punya andil dalam keberlangsungan taman budaya tidak dapat dinafikkan. Bukan kemudian dalam konteks ini soal “salah” hadir pada personal, melainkan malah justru pada pemangku kebijakan yang juga menaunginya. Jika berkaca dari penyelenggaraan LailatulArt sebelumnya, di mana kala itu taman budaya memberikan bantuan ‘lighting’ untuk mendukung proses pertunjukan. Namun, ‘mandeknya’ support itu patut kemudian menjadi satu simpul pertanyaan dalam konteks persepsi budaya yang memiliki ciri berkesinambungan. Atau jangan-jangan bangunan ruang pengampu budaya itu tidak paham sedikitpun tentang budaya?Panggung sederhana itu bagi saya patut untuk diapresiasi dalam beberapa aspek, pun patut untuk dikritisi. Tetapi yang terpenting adalah pada persoalan refleksi dan aktualisasinya, setelah kemudian ada jalinan dalam ruang pewacanaan. Dan itu akan tampak kemudian jika memang ada komitmen dalam membangun “keberadaban” dalam konteks ini tentu saja masyarakat yang mengaku sebagai “budayawan”. Tapi hal itu tentu saja mendulang sedikit pesimisme tentang konstruk budaya di masa mendatang, ketika wacana ini hanya dianggap angin lalu.

SOLO – LOMBOK (Catatan Perjalanan)

Usai subuh berangkat dari kampung halaman menuju pulau berjuluk Seribu Masjid, Lombok. Dari Kartasura, kota kecil di kabupaten Sukoharjo sebelah barat persis kota Solo. Mengendarai bus Patas jurusan Surabaya, dengan biaya Rp. 96.000 menempuh perjalanan darat sekitar tujuh jam. Dengan bus Eka, kita memperoleh fasilitas air mineral dan makan sekali. Makan dengan beberapa pilihan menu di rumah makan Duta yang terletak di daerah Ngawi. Rawon, Soto, ayam bakar, gulai, dan lain sebagainya dihidangkan dengan cukup sederhana. Rasa makanan kadang enak, terkadang juga hambar setelah beberapa kali mencicipi saat melakukan perjalanan dari atau menuju Surabaya. Meski demikian, cukup lumayan untuk mengisi perut kosong selama dalam perjalanan. Duduk manis sambil tiduran selama lebih kurang empat jam, usai menikmati service makan di Ngawi. Melewati hutan dan kemacetan jalanan, cukup untuk menciptakan penat. Maka dari itu, tidur tentu saja menjadi pilihan terbaik sampai tiba di Surabaya.

Masuk terminal Bungurasih di Surabaya, panas mulai terasa. Usai menikmati AC bus yang lumayan dingin, saat turun untuk mencari kendaraan menuju pelabuhan. Seperti biasanya di terminal, keluar pintu bus akan banyak orang menyambut kedatangan kita. Tak lain dan bukan adalah penyedia jasa layanan transportasi seperti taksi dan ojek. Setiba di terminal balas saja dengan senyum keberadaan mereka jika memang tidak menginginkan layanan yang ditawarkan. Langsung masuk saja ke dalam terminal menuju ruang informasi. Bertanya saja pada petugas yang lumayan ramah untuk transportasi menuju Tanjung Perak. Maka kita akan diarahkan menuju terminal pemberangkatan Damri yang berada di sisi kiri terminal. Menuju Tanjung Perak kita dapat menggunakan Damri dengan kode P4, P1, atau PAC1. Sekitar setengah jam menempuh perjalanan dengan Damri berkode P4 kita akan dikenakan tarif sebesar Rp. 6000. Bus akan berhenti tepat di depan pelabuhan, dan ketika turun kita aka berjumpa hal yang sama. Begitu banyak sambutan, seperti halnya di Bungurasih. Hanya saja bedanya di Tanjung Perak lebih banyak orang menawarkan tiket ketimbang jasa layanan transportasi.

Jalan kaki menuju depan pelabuhan, ada papan petunjuk untuk pembelian tiket Surabaya-Lombok. Dan lumayan ramah masyarakat di sekitar pelabuhan. Kalau bingung, tinggal tanya juga pasti ditunjukkan. Harga tiket saat ini sudah naik untuk penumpang dengan tanpa kendaraan. Meski gak begitu banyak jumlah kenaikannya, dari sebelumnya Rp. 82.000 sekarang Rp. 117.000 termasuk dua kali makan yang bertarif Rp. 30.000. Jika jadwal tidak molor, Pk. 14.00 WIB kapal sudah berangkat. Tapi kalau molor, tentu kita wajib menunggu jam keberangkatan yang biasanya akan diinformasikan pada saat pembelian tiket oleh petugas. Agak repot memang ketika menunggu karena jadwal keberangkatan molor. Pasalnya tidak ada ruang tunggu yang disediakan khusus oleh pihak ASDP. Tapi tenang, karena ada masjid di seberang jalan dari lokasi pembelian tiket jika pengin mencari tempat yang bersih dan adem. Kalau berat bawa barangnya, bisa dititip di tempat penitipan. Lumayanlah biar agak enteng, plus penitipan dijaga oleh para merbot yang ramah dan gratis. Cukup ngucapin terima kasih sepertinya cukup, ya kalau ada sedikit rejeki longgar boleh juga ngisi kotak infaq di masjid itu. Sekaligus beramal saleh, anggap saja ucapan terima kasih kita karena numpang nunggu kapal. Selain itu ada fasilitas minimarket di kompleks masjid, kalau-kalau kita butuh makanan atau minuman untuk mengisi kegiatan atau tambahan bekal sembari menunggu kedatangan kapal.

Begitu kapal datang, langsung saja kita masuk ke pelabuhan dan menuju di mana Legundi berada. Masuk ke dalam kapal dan langsung naik ke lantai 3. Banyak kursi terpampang di sana, pilih saja gak usah berebut karena akan sama saja. Bagi ibu hamil, lansia, atau anak-anak, baiknya hubungi petugas untuk minta matras. Agar dapat lebih leluasa ketika ingin beristirahat di atas kapal. Saya sarankan untuk mencari tempat duduk yang dekat dengan colokan listrik, kali aja pengin nge-charge hp atau apa. Duduk dan tunggu sampai kapal berangkat, atau mungkin pengin makan dulu dengan membeli nasi bungkus yang ditawarkan pedagang seharga Rp. 10.000-an sembari menunggu. Atau kalau ingin menikmati jajanan di cafetaria, gak begitu mahal kok. Mulai dari kopi yang seharga Rp. 5.000, Pop Mie Rp. 15.000, air mineral tanggung Rp. 7.000, air mineral besar Rp. 15.000, Rokok Surya 16 seharga Rp. 30.000. Lumayanlah untuk menikmati perjalanan, karena di laut sudah gak ada lagi pedagang berlalu-lalang.

Perjalanan di atas laut gak menentu, menurut perhitungan normal yaitu berkisar antara 19-21 jam. Kalau perjalanan cepat bisa jadi tiba di Lombok hanya sekitar 17-18 jam saja. Mungkin akan kebayang bosan di atas kapal selama itu. Nah untuk mengatasi itu, kita bisa menikmati film-film yang diputar di dek kapal sepanjang perjalanan. Atau kita bisa jalan-jalan keliling kapal, ngopi di cafe bagian luar sambil menikmati angin laut. Kalau yang pengin mendekatkan diri kepada Tuhan, bolehlah berdiam diri di Mushola. Sesampai di Lombok, kita akan bersandar di pelabuhan Lembar. Gak ada transportasi umum yang berlalu lalang layaknya bus atau angkot. Tapi kita gak perlu khawatir untuk eksplor Lombok. Cukup kita carter dengan mencari kawan yang sama-sama turun dari Legundi. Carter mobil bareng-bareng ber 5 paling hanya akan dikenakan ongkos sebesar Rp. 20.000 tujuan terminal Bertais atau terminal Mandalika. Nikmati saja perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 45 menit sampai 1 jam. Pilihan lainnya kita berhenti di terminal Damri yang berlokasi tidak jauh dari terminal Mandalika. Sesampai di Mataram (terminal) silahkan mencari transportasi yang tepat dan sesuai untuk menuju tujuan yang diinginkan. (Galih Suryadmaja)